Klik sini untuk membeli Buku dan VCD Keadilan terbaru !
Faisal Mustaffa's Facebook profile


Bangkitlah Kaum Buruh & Petani
Menentang Ekstremis & Hipokrits!


~ faisal mustaffa online ~


 

Sunday, August 14, 2005

Rakyat harus punya lidah sendiri - Rendra

WS RENDRA terkenal di kalangan pendukung reformasi Malaysia selepas sebuah sajak yang dikirimkannya khas untuk Datuk Seri Anwar Ibrahim tersiar di dalam VCD Laungan Reformasi.

Sajak berjudul Rajawali itu membuktikan setiakawan seorang penyair Indonesia dengan ahli politik yang dipenjara di Malaysia. Dalam keyakinannya, Rendra atau dikenali di Indonesia dengan jolokan Burung Merak Dari Padang Teritis, mengirimkan bait-bait, sebuah sangkar besi/tidak bisa mengubah seekor rajawali/ menjadi seekor burung nuri.

Rendra tidak hanya menghantar sajaknya, bahkan dengan penuh kesedaran penyair besar nusantara ini menyampaikan salam solidariti untuk Anwar yang telah dikenalnya lebih 30 tahun.

Rendra baru-baru ini tiba di Kuala Lumpur untuk satu program khas bersama Anwar.

Kami berbasa-basi lebih satu jam, dari soal kebudayaan hinggalah soal politik serantau. Rendra nampak tenang bercerita tentang reformasi yang gagal di Indonesia dan Malaysia. Katanya, 'Reformasi itu separuh masak,'.



Peranan seniman dalam reformasi?

SENIMAN punya peranan untuk memberikan dorongan untuk perubahan, menerangkan bahawa harus ada perubahan, kenapa perubahan itu perlu, mengajak orang ramai menyedari hakikat masa sekarang, supaya akhirnya merealisasikan misi masa depan.

Semua itu dilakukan dalam bahasa metafora. Sebab ada banyak kejadian, ada banyak masalah kalau diterangkan secara logikal saja terlalu tajam atau tidak sampai pada orang ramai.



Tetapi banyak juga seniman yang membisu melihat kezaliman, mereka menggunakan kebolehan mereka menyokong sang diktator?

Seniman itu ada macam-macam. Ada seniman rakyat, ada seniman penguasa. Seniman pada saya adalah mereka yang masuk ke dalam kehidupan lebih dalam masyarakat, sebab tanpanya dia hanya mendapat gambaran kulit sahaja, sehingga di dalam menggambarkan keadaan, menyebabkan lebih kepada persoalan hakikat sahaja.

Mereka yang memilih diam sewaktu melihat kesengsaraan rakyat, juga yang memilih bersuara menyokong penindasan itu tidak mencerminkan seniman yang masuk ke dalam kehidupan lebih dalam.


Dahulu seniman Malaysia seperti P Ramlee terkenal di Indonesia sekarang tidak lagi kenapa?

Kerana P Ramlee itu seniman serumpun. Ketika itu belum ada globalisasi dalam musik. Kita hanya mengenali musik serumpun sahaja. Kini tidak lagi, globalisasi musik menyebabkan anak-anak hari ini lebih mengenali artis barat dari artis serumpun. Persoalannya kenapa? Kerana kita tidak memasarkan produk kita dengan sebaiknya.

Malaysia dan Indonesia itu seperti tanah dan air. Ia tidak boleh dipisahkan antara satu dengan lain. Sebetulnya sikap Seokarno dengan ëganyang Malaysiaí tidak tepat sama sekali. Indonesia dan Malaysia harus berkerjasama seperti adik dan abang. Seperti tanah dan air. Malaysia makmur dari segi ekonominya, namun Indonesia punya pasaran yang lebih luas.



Maksudnya perdagangan antara negara?

Ya. Lihat sahaja ketika kita menjadi pemilik kepada lautan. Kekuatan laut kerajaan Majapahit, Aceh, Riau dan Melaka. Mereka berdagang serumpun, kerana itu mereka gagah. Malaysia dan Indonesia perlu kembali kepada cara lama kita. Cara nenak moyang kita berdagang, dari semua segi, termasuk kebudayaannya.



Bagaimana perjuangan seniman di Indonesia, terutama selepas reformasi?

Sebetulnya tidak ada perubahan apa-apa di Indonesia, dahulu atau kini. Baik di zaman Seokarno, tidak mereformasi keadaan sebelum penjajahan menjadi keadaan yang merdeka yang sebenarnya.

Kerana dia tidak memberikan kemerdekaan pada rakyat. Seokarno bangga menjadi penyambung lidah rakyat tetapi tidak mahu menciptakan situasi agar rakyat mempunyai lidah sendiri untuk berbicara. Begitu juga Seoharto, memang bisa menyingkirkan parti komunis dan membuat orde baru tetapi ternyata orde baru bukan reformasi dari segi kebudayaan hanya penggantian ideologi politik yang cetak sahaja.


Setelah reformasi 1998?

Tidak ada perubahan apa-apa, secara kebudayaan apa perubahannya, tetap yang berdaulat itu hanya pemerintah dan parti politik. Apatah lagi kedaulatan ekonomi. Reformasi di Indonesia pada 1998 itu separuh masak.



Bagaimana sebetulnya negeri impian selepas reformasi?

Negeri yang rakyatnya merdeka, merdeka dalam ertinya sebenar, yang rakyatnya berdaulat, berdaulat secara politik, berdaulat secara ekonomi tetapi hal itu tidak terjadi di Indonesia dan Malaysia.Yang berkuasa bukan rakyat, yang berkuasa adalah pemerintah dan parti-parti politik.



Bagaimana bapak melihat Anwar Ibrahim?

Saya melihat dia sebagai budayawan dulu, kemudian baru politik. Ketika saya mengenalinya lebih 30 tahun lalu, saya melihat susuknya sebagai susuk budayawan. Bahkan satu-satunya di Asia yang punya susuk begitu. Seokarno, Seoharto tidak begitu. Mindset Anwar ialah kedaulatan rakyat dalam ekonomi, dalam kebudayaan, dalam politik dan sebagainya.

Perhatiannya kepada budaya bukan dibuat-buat. Sewaktu menjadi Menteri Kewangan Malaysia, Anwar mengundang saya untuk baca puisi kementeriannya, sewaktu itu saya disekat dari berkarya di Indonesia oleh rejim Seoharto.

Saya bersama Usman Awang, tampil dengan sajak-sajak "protes sosial"- di hadapan ahli ekonomi, anggota parlimen dan konglomerat Malaysia. Sewaktu terjadinya krisis (pemecatan Anwar), saya tanya beliau, 'Datuk bagaimana ini?' katanya, 'Teruk, sebagai abdi rakyat saya tidak bisa menipu rakyat,'.

Tidak ada menteri-menteri Asia yang mengaku sebagai abdi rakyat. Beliau sanggup jatuh (dipecat) tetapi rakyat tidak boleh jatuh. Bagi saya ini bukan pemikiran politik, ini pemikiran budaya.




Biodata:
Dilahirkan di Solo, 7 November 1935. Mengikuti pendidikan di Jurusan Sastra Barat Fakultas Sastra UGM (tidak tamat), kemudian memperdalam pengetahuan mengenai drama dan teater di American Academy of Dramatical Arts, Amerika Syarikat (1964-1967). Sekembali dari Amerika, dia mendirikan Bengkel Teater di Yogyakarta dan sekaligus menjadi pemimpinnya. Tahun 1971 dan 1979 dia membacakan sajak-sajaknya di Festival Penyair International di Rotterdam, pada tahun 1985 dia mengikuti Festival Horizonte III di Berlin Barat, Jerman. Kumpulan puisinya; Ballada Orang-orang Tercinta (1956), 4 Kumpulan Sajak (1961), Blues Untuk Bonnie (1971), Sajak-sajak Sepatu Tua (1972), Potret Pembangunan dalam Puisi (1980), Disebabkan Oleh Angin (1993), Orang-orang Rangkasbitung (1993) dan Perjalanan Aminah (1997).






Sajak Seorang Tua Tentang Bandung Lautan Api

Oleh : W.S. Rendra


Bagaimana mungkin kita bernegara
bila tidak mampu mempertahankan wilayahnya
bagaimana mungkin kita berbangsa
bila tidak mampu mempertahankan kepastian hidup bersama ?

Itulah sebabnya
kami tidak ikhlas
menyerahkan Bandung kepada tentara Inggris
dan akhirnya kami bumi hanguskan kota tercinta itu
sehingga menjadi lautan api

Kini batinku kembali mengenang
udara panas yang bergetar dan menggelombang,
bau asap, bau keringat
suara ledakan dipantulkan mega yang jingga, dan kaki
langit berwarna kesumba

Kami berlaga
memperjuangkan kelayakan hidup umat manusia.
kedaulatan hidup bersama adalah sumber keadilan merata
yang bisa dialami dengan nyata
mana mungkin itu bisa terjadi
di dalam penindasan dan penjajahan
manusia mana
akan membiarkan keturunannya hidup
tanpa jaminan kepastian?


Hidup yang disyukuri adalah hidup yang diolah
hidup yang diperkembangkan
dan hidup yang dipertahankan
itulah sebabnya kami melawan penindasan
kota Bandung berkobar menyala-nyala tapi kedaulatan
bangsa tetap terjaga

Kini aku sudah tua
aku terjaga dari tidurku
di tengah malam di pegunungan
bau apakah yang tercium olehku?

Apakah ini bau asap medan laga tempo dulu
yang dibawa oleh mimpi kepadaku?
ataukah ini bau limbah pencemaran?

Gemuruh apakah yang aku dengar ini?
apakah ini deru perjuangan masa silam
di tanah periangan?
ataukah gaduh hidup yang rusuh
karena dikhianati dewa keadilan.
Aku terkesiap
sukmaku gagap
apakah aku dibangunkan oleh mimpi?
Apakah aku tersentak
oleh satu isyarat kehidupan?
Di dalam kesunyian malam
aku menyeru-nyeru kamu, putera-puteriku
Apakah yang terjadi?


Darah teman-temanku
telah tumpah di Sukakarsa
di Dayeuh Kolot
di Kiara Condong
di setiap jejak medan laga.

Kini
kami tersentak,
terbangun bersama.
putera-puteriku, apakah yang terjadi?
apakah kamu bisa menjawab pertanyaan kami?


Wahai teman-teman seperjuanganku yang dulu,
apakah kita masih sama-sama setia
membela keadilan hidup bersama


Manusia dari setiap angkatan bangsa
akan mengalami saat tiba-tiba terjaga
tersentak dalam kesendirian malam yang sunyi
aan menghadapi pertanyaan jaman:
apakah yang terjadi?
apakah yang telah kamu lakukan?
apakah yang sedang kamu lakukan?

Dan, ya, hidup kita yang fana akan mempunyai makna
dari jawaban yang kita berikan.

0 Comments:

Post a Comment

<< Home

Get awesome blog templates like this one from BlogSkins.com